Shalat adalah inti dari ibadah. Begitulah kiranya ungkapan yang sering dilontarkan oleh ulama dalam kitab-kitab fikih klasik
Shalat juga menjadi tolak ukur diterimanya amal perbuatan manusia selama di dunia. Hal ini didasarkan dari sabda Rasulullah Saw,
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
Artinya : “Diriwayatkan dari sahabat Anas Ra. dari nabi Muhammad Saw. beliau bersabda “amal perbuatan seorang hamba yang dihisab pertama kali kelak pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik (diterima), maka seluruh amalnya akan dianggap baik (diterima).
Namun jika shalatnya rusak (tidak diterima), maka seluruh amal perbuatannya dianggap rusak (ditolak).” (Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, al-Mu’jam al-Ausath, jus 2 hal 238)
Shalat adalah inti dari ibadah. Begitulah kiranya ungkapan yang sering dilontarkan oleh ulama dalam kitab-kitab fikih klasik
Shalat juga menjadi tolak ukur diterimanya amal perbuatan manusia selama di dunia. Hal ini didasarkan dari sabda Rasulullah Saw,
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
Artinya : “Diriwayatkan dari sahabat Anas Ra. dari nabi Muhammad Saw. beliau bersabda “amal perbuatan seorang hamba yang dihisab pertama kali kelak pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik (diterima), maka seluruh amalnya akan dianggap baik (diterima).
Namun jika shalatnya rusak (tidak diterima), maka seluruh amal perbuatannya dianggap rusak (ditolak).” (Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, al-Mu’jam al-Ausath, jus 2 hal 238)
Terdapat hikmah yang menarik di balik bilangan rakaat shalat lima waktu yang kita kerjakan setiap hari. Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibn Qasim menuturkan hikmah di balik bilangan rakaat shalat lima waktu tersebut sebagaimana berikut:
Terkait hikmah bilangan rakaat shalat lima waktu yang pertama adalah shalat Subuh. Shalat Subuh hanya dua rakaat karena rasa kantuk masih membekas dan tubuh masih lemas akibat bangun dari tidur. Maka Allah memberikan keringan dengan adanya jumlah rakaat subuh hanya dua rakaat. (Baca: Dalil Anjuran Baca Dzikir Setelah Shalat 5 Waktu)
Shalat zuhur dan ashar berjumlah empat rakaat karena pada waktu itu merupakan waktu aktifnya manusia, sehingga Allah menetapkan jumlah rakaat duhur menjadi empat. Shalat maghrib menjadi tiga rakaat, dari sini terdapat isyarat bahwa maghrib merupakan witirnya siang.
Shalat isya empat rakaat menjadi penebus kekurangan shalat malam dari shalat siang, karena dalam shalat yang dilakukan pada waktu malam hanya terdapat dua kewajiban shalat sementara pada waktu siang ada tiga.
Kalau dilihat, jumlah rakaat shalat fardu memiliki susunan dua (subuh), tiga (maghrib) dan empat (duhur, ashar dam isya’). Hal ini sesuai dengan jumlah sayap malaikat yakni dua-dua, tiga-tiga dan empat-empat. Allah berfirman dalam surah al-Fatir ayat 1:
اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓٮِٕكَةِ رُسُلًا اُولِىۡۤ اَجۡنِحَةٍ مَّثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
Artinya : “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.”
Kemudian hikmah di balik jumlah shalat fardu ada lima adalah berhubung pasak (penyangga) dunia ada lima dimana diantaranya adalah Ka‘bah, maka Allah menjadikan shalat fardu menjadi lima juga sebagai pasak (penyangga) agama.
Di samping itu, terkumpulnya shalat fardu yang jumlahnya ada lima juga merupakan keistimewaan umat Nabi Muhammad agar pahalanya lebih besar, dimana tidak ada pada umat sebelumnya yakni shalat subuh teruntuk Nabi Adam, shalat duhur milik Nabi Daud, ashar untuk Nabi Sulaiman, maghrib milik Nabi Ya’kub dan terkahir isya’ untuk Nabi Yunus.(Ibrahim al-Bajuri, Hāsyiyah al-Bājuri ‘ala Ibn Qāsim, jus 1 hal 120).
Terdapat hikmah yang menarik di balik bilangan rakaat shalat lima waktu yang kita kerjakan setiap hari. Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibn Qasim menuturkan hikmah di balik bilangan rakaat shalat lima waktu tersebut sebagaimana berikut:
Terkait hikmah bilangan rakaat shalat lima waktu yang pertama adalah shalat Subuh. Shalat Subuh hanya dua rakaat karena rasa kantuk masih membekas dan tubuh masih lemas akibat bangun dari tidur. Maka Allah memberikan keringan dengan adanya jumlah rakaat subuh hanya dua rakaat. (Baca: Dalil Anjuran Baca Dzikir Setelah Shalat 5 Waktu)
Shalat zuhur dan ashar berjumlah empat rakaat karena pada waktu itu merupakan waktu aktifnya manusia, sehingga Allah menetapkan jumlah rakaat duhur menjadi empat. Shalat maghrib menjadi tiga rakaat, dari sini terdapat isyarat bahwa maghrib merupakan witirnya siang.
Shalat isya empat rakaat menjadi penebus kekurangan shalat malam dari shalat siang, karena dalam shalat yang dilakukan pada waktu malam hanya terdapat dua kewajiban shalat sementara pada waktu siang ada tiga.
Kalau dilihat, jumlah rakaat shalat fardu memiliki susunan dua (subuh), tiga (maghrib) dan empat (duhur, ashar dam isya’). Hal ini sesuai dengan jumlah sayap malaikat yakni dua-dua, tiga-tiga dan empat-empat. Allah berfirman dalam surah al-Fatir ayat 1:
اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓٮِٕكَةِ رُسُلًا اُولِىۡۤ اَجۡنِحَةٍ مَّثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
Artinya : “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.”
Kemudian hikmah di balik jumlah shalat fardu ada lima adalah berhubung pasak (penyangga) dunia ada lima dimana diantaranya adalah Ka‘bah, maka Allah menjadikan shalat fardu menjadi lima juga sebagai pasak (penyangga) agama.
Di samping itu, terkumpulnya shalat fardu yang jumlahnya ada lima juga merupakan keistimewaan umat Nabi Muhammad agar pahalanya lebih besar, dimana tidak ada pada umat sebelumnya yakni shalat subuh teruntuk Nabi Adam, shalat duhur milik Nabi Daud, ashar untuk Nabi Sulaiman, maghrib milik Nabi Ya’kub dan terkahir isya’ untuk Nabi Yunus.(Ibrahim al-Bajuri, Hāsyiyah al-Bājuri ‘ala Ibn Qāsim, jus 1 hal 120). Wallahu a’lam