sebaik - baik lelaki yang berbuat baik pada keluarganya. adab dahulu baru ilmu. banyak orang mengaku berilmu, ngeyel poligami tetapi yang terdapat bukan bawa kebaikan tetapi kehancuran.
jadi istri lelaki berilmu sekalian beradab pastilah kemauan seluruh perempuan. bersyukur saya memilikinya. suamiku seseorang pengusaha tekstil yang mapan. bukan itu aja, ia pula owner pondok pesantren modern.
senang, itu yang saya kerasa jadi permaisurinya. dilimpahi kasih sayang dan juga finansial. di umur yang belum genap 3 puluh tahun, kebahagiaan tidak sempat menyudahi menghampiriku.
hendak namun akhir - akhir ini, saya terasa kewalahan menghandle industri dan juga pesantren sekalian. suamiku kerap menemukan undangan buat mengisi ceramah diberbagai wilayah. karenanya ia percayakan seluruh urusan padaku. berfikir bisa jadi ini saatnya mencari sahabat buat berbagi tanggung jawab ini.
serupa mendengar keinginanku. tuhan mempertemukanku dengan sahabat lama, yang saya ketahui ia dahulu lulusan mahasiswi tersadu. pintar dan juga baik hati, itu yang saya amati dari sosoknya.
“nabila …! kalian nabila kan? ” sapaku pada perempuan, dikala tidak terencana saya melihatnya lagi padat jadwal berbelanja.
“siapa …? ” tanyanya. ia tidak mengenaliku, karna saya bertudung.
“aku aisyah. kalian ingat tidak? dahulu kita satu angkatan di fakultas ekonomi universitas a, ” jawabku.
semenjak dikala itu saya akrab berulang dengannya, nabila bekerja bagaikan salah satu tutor bimbel. sempat bekerja di suatu bank swasta nasional, tetapi memilah resign, karna tidak ingin berhubungan dengan riba.
“nab … kalian ingin jadi maduku tidak? ”
“kamu jangan bercanda yang aneh - aneh, is. mana terdapat wanita cari madu. mendengar suami ingin nikah lagi aja, langsung dunia runtuh kerasanya, ” jawab nabila.
“aku sungguh - sungguh, nab. saya ketahui kalian perempuan baik, karenanya saya memilihmu. kita dapat bekerja sama dalam satu keluarga. suamiku owner pabrik tekstil sekalian owner pesantren. saya seorang diri kewalahan handle. aa amar, kerap keluar kota buat dakwah. ”
“aku pikir - pikir dahulu, is. sekalian memohon komentar keluargaku. kalian ketahui seorang diri banyak orang memandang kurang baik istri kedua. tidak tidak sering menyebutnya pelakor. ”
“memang aneh manusia - manusia itu. sementara itu poligami itu syariat, tetapi dibenci. asalkan dicoba dengan trik baik dan juga benar, bernilai ibadah. sayangnya banyak lelaki tidak beradab mengganggu citra poligami. begitu pula banyak perempuan gatel, membikin stigma istri kedua jadi kurang baik. ” ujarku mengucap istigfar dalam hati. memandang fenomena saat ini, banyak wanita tidak memiliki harga diri, jadi penggoda suami orang.
“iya is. nanti saya kabari lagi ya. ” ucap nabila. sehabis pertemuan itu, tidak perlu waktu lama nabila mengiyakan permintaanku. tanpa sepengetahuan a amar, saya siapkan hantaran, mahar, lamaran terlebih lagi bertepatan pada perkawinan mereka. saya ketahui a amar tidak hendak bisa jadi menolak permintaanku.
“aa … aa ingin nikah lagi tidak? ” tanyaku pada suamiku. sesaat ia kembali dari kota s.
“dinda omong apa sih? lazimnya wanita amat cemas dengan kata nikah lagi. dinda kok malah bahas ini, ” ucap suamiku.
“dinda sungguh - sungguh a. dinda senang jadi istri aa. kita memiliki pesantren dan juga pabrik yang wajib diurus. dinda perlu sahabat a. kan aa kerap keluar kota dakwah, dinda kewalahan ngurusnya. karna itu dinda cari sahabat. menawan, baik dan juga pintar pokoknya, ” ujarku.
“memangnya dinda sudah terdapat calon buat aa? ”
“sudah, 2 hari lagi kamu nikahnya. ”
“astagfiruloh … dinda. mengapa tidak bilang aa dahulu? sedini ini, ” pekik suamiku kaget dengan ucapanku.
“niat baik jangan ditunda - tunda, a, ” jawabku.
di sinilah saat ini saya berposisi, membawakan suamiku ke perkawinan keduanya. anehnya banyak orang nyinyir dan juga ribut dengan yang saya jalani. saya yang dipoligami mereka yang panas dan juga ribut. sementara itu segala keluargaku mendukungku. tidak ingin dipoligami, itu urusan kamu. jangan membencinya, karna itu syariat. tidak hanya itu jangan menghabiskan waktu mengkomentari rumah tangga teman . mereka senang, kamu yang meradang.
penulis : anna diana