Suatu yang kerap membikin kita kurang ingat dan juga salah kaprah merupakan kala kita memaknai hidup. kita berjuang mati - matian dalam kehidupan ini. kita terasa kalau kala kita mempunyai anak, istri, kendaraan, dan juga rumah, dan pekerjaan yang mapan, selesailah hidup.
kita leluasa menikmati hidup dengan semau hati. kita tidak menyadari kalau sebetulnya hidup kita di dunia cumalah sesaat, semata - mata bertamu aja di bumi allah swt buat setelah itu melanjutkan lagi ke ekspedisi yang panjang dan juga abadi (akhirat).
abdullah bin mas’ud mengatakan, ”dalam hidup ini tidak terdapat satu juga manusia masing - masing hari melainkan dia bagaikan seseorang tamu dan juga hartanya bagaikan pinjaman. sebagaimana seperti seseorang tamu wajib meninggalkan rumah tempat dia bertamu dan juga harta pinjaman wajib lekas dipulangkan. ”
ekspedisi hidup ini pendek. bak seseorang yang berteduh di dasar tumbuhan buat setelah itu melanjutkan lagi perjalanannya. abdullah bin mas’ud membagikan ibarat dengan pas. hidup seperti bertamu.
namanya bertamu tentu tidak hendak lama. rumah tempat kita bertamu merupakan dunia ini. sedangkan harta yang kita miliki ibarat pinjaman yang dikasih allah kepada kita sepanjang kita bertamu tersebut.
rasulullah saw berpesan kepada ibnu umar, “jadilah engkau hidup di dunia serupa orang asing ataupun musafir (orang yang bepergian). ” (hr. bukhari)
sebetulnya seorang di dunia ibaratnya seseorang musafir. dunia tidaklah tempat tinggal yang senantiasa. terlebih lagi dunia itu semata - mata tempat melalui yang kilat berlalunya. orang yang melewatinya tidak sempat terasa lelah baik malam ataupun siang hari.
ada juga seseorang musafir biasa, kadang - kadang ia singgah di sesuatu tempat kemudian ia dapat istirahat. hendak namun musafir dunia tidak sempat singgah, ia selalu dalam kondisi safar (ekspedisi). berarti tiap dikala ia telah menempuh sesuatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negara akhirat.
allah ta’ala melaporkan,
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“pada hari kala mereka memandang hari kiamat itu (karna suasananya hebat) , mereka terasa seakan - akan cuma (sebentar aja) tinggal (di dunia) pada waktu sore ataupun pagi hari. ” (qs. an - naazi’aat : 46)
orang mukmin kala hidup di dunia, perannya serupa orang asing. hatinya juga tidak hendak terikat dengan suatu di negara keterasingannya tersebut.
terlebih lagi hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang ia hendak berulang kepadanya. dan juga ia menjadikan tinggalnya di dunia cuma semata - mata buat menunaikan kebutuhannya dan juga mempersiapkan diri buat berulang ke negerinya. inilah kondisi orang yang asing.
seseorang mukmin itu serupa musafir yang tidak sempat menetap di sesuatu tempat tertentu. terlebih lagi ia selalu berjalan mengarah tempat tinggalnya.
seseorang mukmin yang hidup di dunia ini ibaratnya serupa seseorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya buat sesuatu keperluan ke sesuatu negara. hamba tersebut pastinya mau bersegera melakukan apa yang ditugaskan oleh tuannya kemudian berulang ke negerinya. dan juga ia tidak hendak terikat dengan suatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
rasulullah saw bersabda, “jadilah engkau hidup di dunia serupa orang asing ataupun musafir (orang yang bepergian). ”
kemudian ibnu ‘umar radhiyallahu ‘anhu melaporkan, “apabila engkau berposisi di sore hari, hingga janganlah menunggu sampai pagi hari. apabila engkau berposisi di pagi hari janganlah menunggu sampai sore hari. pergunakanlah waktu sehatmu saat sebelum tiba waktu sakitmu. pergunakanlah hidup kamu saat sebelum tiba kematianmu. ” (hr. bukhari)
seseorang musafir tidak terasa butuh mendirikan rumah permanen dalam perjalanannya. bahwa seseorang mukmin di dunia cukup mempunyai suatu rumah buat semata - mata bagaikan fasilitas pendukung dalam menyempurnakan ibadahnya.
ia menjauhi perselisihan dengan manusia karna ia ingat kalau ia tinggal berbarengan mereka cumalah buat sedangkan waktu aja.
hingga tiap kondisi orang asing maupun seseorang musafir merupakan baik untuk seseorang mukmin buat diterapkan dalam kehidupannya di dunia. karna dunia tidaklah negerinya, pula karna dunia telah menghalangi antara pribadinya dengan negerinya yang sesungguhnya (ialah negara akhirat).
demikianlah perilaku yang wajib dipunyai oleh seseorang mukmin. ia bukanlah berlomba - lomba dan juga bersaing dalam permasalahan dunia sebagaimana orang asing. dan juga pula tidak bernazar tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seseorang musafir.
wallaahua’lam bissahawab.
( sumber: w - islam. com )
kita leluasa menikmati hidup dengan semau hati. kita tidak menyadari kalau sebetulnya hidup kita di dunia cumalah sesaat, semata - mata bertamu aja di bumi allah swt buat setelah itu melanjutkan lagi ke ekspedisi yang panjang dan juga abadi (akhirat).
abdullah bin mas’ud mengatakan, ”dalam hidup ini tidak terdapat satu juga manusia masing - masing hari melainkan dia bagaikan seseorang tamu dan juga hartanya bagaikan pinjaman. sebagaimana seperti seseorang tamu wajib meninggalkan rumah tempat dia bertamu dan juga harta pinjaman wajib lekas dipulangkan. ”
ekspedisi hidup ini pendek. bak seseorang yang berteduh di dasar tumbuhan buat setelah itu melanjutkan lagi perjalanannya. abdullah bin mas’ud membagikan ibarat dengan pas. hidup seperti bertamu.
namanya bertamu tentu tidak hendak lama. rumah tempat kita bertamu merupakan dunia ini. sedangkan harta yang kita miliki ibarat pinjaman yang dikasih allah kepada kita sepanjang kita bertamu tersebut.
rasulullah saw berpesan kepada ibnu umar, “jadilah engkau hidup di dunia serupa orang asing ataupun musafir (orang yang bepergian). ” (hr. bukhari)
sebetulnya seorang di dunia ibaratnya seseorang musafir. dunia tidaklah tempat tinggal yang senantiasa. terlebih lagi dunia itu semata - mata tempat melalui yang kilat berlalunya. orang yang melewatinya tidak sempat terasa lelah baik malam ataupun siang hari.
ada juga seseorang musafir biasa, kadang - kadang ia singgah di sesuatu tempat kemudian ia dapat istirahat. hendak namun musafir dunia tidak sempat singgah, ia selalu dalam kondisi safar (ekspedisi). berarti tiap dikala ia telah menempuh sesuatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negara akhirat.
allah ta’ala melaporkan,
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“pada hari kala mereka memandang hari kiamat itu (karna suasananya hebat) , mereka terasa seakan - akan cuma (sebentar aja) tinggal (di dunia) pada waktu sore ataupun pagi hari. ” (qs. an - naazi’aat : 46)
orang mukmin kala hidup di dunia, perannya serupa orang asing. hatinya juga tidak hendak terikat dengan suatu di negara keterasingannya tersebut.
terlebih lagi hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang ia hendak berulang kepadanya. dan juga ia menjadikan tinggalnya di dunia cuma semata - mata buat menunaikan kebutuhannya dan juga mempersiapkan diri buat berulang ke negerinya. inilah kondisi orang yang asing.
seseorang mukmin itu serupa musafir yang tidak sempat menetap di sesuatu tempat tertentu. terlebih lagi ia selalu berjalan mengarah tempat tinggalnya.
seseorang mukmin yang hidup di dunia ini ibaratnya serupa seseorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya buat sesuatu keperluan ke sesuatu negara. hamba tersebut pastinya mau bersegera melakukan apa yang ditugaskan oleh tuannya kemudian berulang ke negerinya. dan juga ia tidak hendak terikat dengan suatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
rasulullah saw bersabda, “jadilah engkau hidup di dunia serupa orang asing ataupun musafir (orang yang bepergian). ”
kemudian ibnu ‘umar radhiyallahu ‘anhu melaporkan, “apabila engkau berposisi di sore hari, hingga janganlah menunggu sampai pagi hari. apabila engkau berposisi di pagi hari janganlah menunggu sampai sore hari. pergunakanlah waktu sehatmu saat sebelum tiba waktu sakitmu. pergunakanlah hidup kamu saat sebelum tiba kematianmu. ” (hr. bukhari)
seseorang musafir tidak terasa butuh mendirikan rumah permanen dalam perjalanannya. bahwa seseorang mukmin di dunia cukup mempunyai suatu rumah buat semata - mata bagaikan fasilitas pendukung dalam menyempurnakan ibadahnya.
ia menjauhi perselisihan dengan manusia karna ia ingat kalau ia tinggal berbarengan mereka cumalah buat sedangkan waktu aja.
hingga tiap kondisi orang asing maupun seseorang musafir merupakan baik untuk seseorang mukmin buat diterapkan dalam kehidupannya di dunia. karna dunia tidaklah negerinya, pula karna dunia telah menghalangi antara pribadinya dengan negerinya yang sesungguhnya (ialah negara akhirat).
demikianlah perilaku yang wajib dipunyai oleh seseorang mukmin. ia bukanlah berlomba - lomba dan juga bersaing dalam permasalahan dunia sebagaimana orang asing. dan juga pula tidak bernazar tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seseorang musafir.
wallaahua’lam bissahawab.
( sumber: w - islam. com )